Dulu jaman masih mahasiswa di awal tahun 2000-an di Jogja, saya lihat belum banyak orang yang pegang hape/ponsel. Masih ada persaingan antara sistem AMPS dan GSM. Operator AMPS kalo ga salah ada yg namanya Metrosel, nomernya diinjeksi ke unit. Kalo ada masalah dengan unitnya, bisa ditukar unit hapenya. GSM, walaupun dulu sering dibilang
Geser Sedikit Mati, lama kelamaan menjadi standar industri. Operatornya Satelindo, Telkomsel dan Excel. Ayah saya punya nomor Simpati, harganya di kisaran Rp 1,5 juta (sekitar 1998/1999). Saya pernah bantu orang beli nomor Simpati di tahun 2000/1 dengan sistem undian--tidak bisa pilih nomor--dan untuk klaim SIM card harus datang langsung sendiri, bawa KTP, SIM card mininya langsung dipasang ke hape (biar ga dijual, mungkin). Harganya Rp 500 ribu. "Kemenangan" GSM pada waktu itu adalah karena adanya fitur SMS/
short message service, dan adanya kesepakatan SMS antar operator (sebelumya SMS cuma ada sesama operator).
Perjalanan awal saya mengenal hape ada di akhir tahun 2001, ketika terima
lungsuran dari ayah, Siemens
M35i, warna biru (harga belinya lupa). Plus dapet nomor baru IM3 Smart (pionir GPRS) yang didapet dari pameran di Malioboro Mall, harganya Rp 150 ribu. Nomornya pun msh inget: 0856-285-9342 (udh mati tp)
Jadilah saya penggemar fanatik
Siemens seri M dan pendukung Indosat (sampai sekarang), serta suka beli majalah/tabloid dan ikut forum perseluleran (ForumPonsel.com?). M35i ini termasuk tahan banting, awet baterai (karena msh
monochrome) dan mungil/pas di kantong. Ada game-nya, bisa bikin
ringtone yg
monophonic, manteplah pokoknya. Pembagian seri hape Siemens tidak ribet: A untuk pemula, C di kelas menengah dan S yang premium. Sedangkan seri M katanya untuk kaum muda dan yg suka beraktivitas
outdoor. Tambahan variasi biasanya ada di huruf selanjutnya: X, L, E, F dll.
Cuman ya karena ngikuti gaya hedon, tertarik untuk
upgrade. Waktu itu sudah ada ME45 tapi belum sanggup beli. Kebetulan ada temen jual Siemens
M50 second warna biru
chrome, akhirnya tukar tambah yang waktu itu harganya Rp 900 ribu (akhir 2002). Fiturnya kurang lebih sama dgn M35i, tapi keunggulannya adalah sudah bisa mengakomodir games Java.
Keypad-nya enak dan bodinya pas di genggaman/bukan
full candy bar. Yang kurang adalah kapasitas batere nya yang rendah
Sempet punya dua nomor karena harga SIM card umumnya udh di kisaran Rp 100 ribu, akhirnya tahun 2004 saya beli hape seken Siemens
ME45 khusus dijadikan modem dengan SIM card yang punya unlimited GPRS tanpa bayar (dpt dari temen, katanya kartu yg punya
bug). Dulu. tidak semua hape dilengkapi dengan kabel data, ME45 itu salah satu dari sedikit yang punya kabel data dan mudah untuk di-
setting GPRS
mode-nya di komputer. Waktu itu di tahun 2003, Siemens
M55 sudah rilis di pasaran, tapi baru bisa beli seken-nya ketika sudah punya kerjaan (mid-2005). Hape dengan layar warna, keypadnya agak artistik, tapi belum ada kamera dan baterenya agak payah
. Agak nyesel juga belinya, kenapa ga pilih
MC60 atau
M65 yang sudah punya kamera VGA. Dua model terakhir ini tidak kebeli, karena juga sedang ada niatan nabung. Kalo dilihat dari fisiknya, keypad tiga hape seri M ini agak
stylish, seperti membentuk huruf X. Tapi kalo denger cerita dari temen2, memang kinerja batere bawaan Siemens tidak bagus
, harus ganti dengan kapasitas yg lebih tinggi.
Pas awal 2006, alhamdulillah ada rejeki, saya ada niat untuk beli M65 baru tapi ternyata sudah tidak dijual lagi. Yang ada adalah rilisan baru seri
M75. Saya beli lah itu dengan harga sekitar Rp 2,1 juta, di ITC Cempaka Mas. Hape ini dirancang untuk tahan banting dan tahan percikan air. Bodinya lebih lebar dari sebelumnya, dengan ketebalan yang sama, jadi kurang enak di genggaman, apalagi masuk ke kantong. Kalo hape model sekarang kan lebih lebar, tapi jauh lebih tipis. Lagi-lagi kinerja baterenya mengecewakan
, padahal kapasitasnya sama dengan hape keluaran Nokia yg sekitaran 750 mAh. Seingat saya hape ini jarang dibawa kemana-mana, hanya untuk nomor
back-up. Nomor utama tetep di M50/M55.
Sebetulnya di tahun 2005 sudah banyak pemberitaan tentang divisi seluler Siemens bakal diakuisisi oleh produsen elektronika asal Taiwan, BenQ. Dan terlaksana di tahun selanjutnya dan merek Siemens sudah tergantikan menjadi BenQ-Siemens. Dengan adanya demam 3G, saya lihat ada seri
S81 yang dijual di sini. Seri M81 yang ditunggu-tunggu ternyata tidak masuk ke pasar Indonesia. S81 saya beli tahun 2007, harganya tidak lebih dari Rp 2,5 juta (agak lupa), termasuk hape 3G yang termurah. Dimensi ketebalan sudah mulai tipis. Fitur: layar warna TFT/thin film transistor 256K, kamera 1,3MP, sudah ada kamera depan kualitas VGA utk videocall. Menurut saya untuk pemakaian sehari-hari oke-oke saja, tidak banyak masalah. Tapi setelah 1 tahun salah satu keypad tidak responsif dan di berita banyak yg mengeluhkan pelayanan
service centre Benq, termasuk pula gonjang-ganjing Benq mobile tidak jualan lagi di Indonesia. Walhasil, saya "banting setir" beli hape Motorola Rokr E6 di tahun 2008 dan
kiss goodbye untuk Siemens selama-lamanya
NB:
1. Warisan memegang hape Siemens yg payah baterenya bikin saya
aware dengan cara2 menghemat waktu
standby: mengurangi
brightness, mematikan
bluetooth dan
location, menutup aplikasi yang tidak terpakai, set
flight mode pada waktu2 tertentu dlsb..
2. Sampai sekarang masih setia dengan Motorola. Yang dipake seri Z3 Play
3. Pengen tahu kalo ada anggota forum yang punya pengalaman dengan hape di era 1980-an dengan teknologi NMT