- Joined
- Sep 23, 2013
- Messages
- 1,968
- Gender
- Male
Warkop DKI
Memenuhi permintaan mas @lolak lolok saya megulas tentang The Legendary Warkop DKI. Tidak bisa dimungkiri, Warkop DKI boleh dikatakan salah satu Living Legend dalam dunia lawak. Group ini bermula dari sebuah acara radio yang digagas oleh Temmy Lesanpura, seorang produser hiburan radio Prambors di Jakarta. Saat itu adalah tahun 1973, dimana Temmy bertemu dengan Kasino (Kasino Hadiwibowo), Nanu Mulyono, dan Rudy Badil, mahasiswa UI yang memang terkenal suka ngelucu di depan teman-temannya. Temmy yang mengepalai Radio Prambors berhasil meyakinkan ketiganya untuk mengisi acara setiap hari kamis malam pada jam 20.30 sampai 21.15 WIB. Tak ada persiapan apapun, tetapi karena memang mereka menghibur dengan hati dan otak, ide-ide lawakan selalu muncul sebelum mereka siaran. Acara yang bertajuk “Obrolan Santai di Warung Kopi” tersebut terbukti bisa menarik perhatian para pendengar.
Setahun kemudian (1974), Dono (Wahjoe Sardono), seorang rekan mereka di UI bergabung bersama grup lawak tersebut. Mereka berempat cukup dikenal oleh penggemar radio Prambors dengan lawakannya yang segar dan berisi. Pada tahun 1976, Indro (Indrodjojo Kusumonegoro), seorang Mahasiswa Universitas Pancasila yang paling muda usianya diajak bergabung. Kelimanya kemudian dikenal sebagai punggawa acara Warkop Prambors yang populer di radio tersebut pada medio 1970an tersebut. Saat itu Warkop beranggotakan lima orang yaitu Kasino, Nanu, Rudy Badil, Dono, dan Indro sangat ramai diperbincangkan oleh publik, hingga akhirnya mereka ditawari untuk tampil di panggung.
Mereka mendapat banyak tawaran dalam berbagai kesempatan tampil di acara hiburan panggung. Lawakan mereka yang berkelas mahasiswa, tidak kampungan, ataupun pasaran, membuat mereka tampil beda dibanding grup-grup lawak lainnya yang telah lebih dahulu populer di tanah air.
Sayang pencapaian grup Warkop hingga kemudian menjadi terkenal dan menjadi legenda tidak dilalui bersama-sama oleh kelima anggotanya. Pada saat sudah naik di atas panggung, Rudy Badil selalu mengalami demam panggung yang tak bisa diatasinya. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Warkop lantaran merasa demam panggung tersebut. Keempat rekannya meneruskan kiprah impian mereka dalam berbagai kesempatan yang mereka peroleh dalam dunia hiburan panggung, yang kemudian berlanjut pada rekaman kaset, dan film. Mundurnya Rudy Badil membuat ia sebagai satu-satunya anggota yang tidak terlibat dalam satupun film yang dibintangi oleh para anggota Warkop.
Kesuksesan dalam panggung kemudian membawa keempat personil ini masuk ke dunia rekaman kaset lawak yang mereka bawakan. Lawakan berkelas dan diselingi lagu-lagu jenaka menjadi ciri khas mereka. Kesuksesan dalam rekaman membawa mereka pada tawaran masuk ke dunia film. Film pertama yang mereka bintangi dalam bendera Warkop Prambors adalah film komedi yang berjudul “Mana Tahan”. Film tersebut rilis pada tahun 1979 yang juga menampilkan beberapa artis terkenal masa itu seperti: Rahayu Effendi, Kusno Sudjarwadi, dan Elvie Sukaesih. Kesuksesan film tersebut menyebabkan berlanjutnya tawaran film-film bergenre komedi berikutnya kepada mereka.
Namun perjalan karier itu hanya diikuti oleh Kasino, Dono, dan Indro saja. Nanu Mulyono, setelah sempat membintangi film Mana Tahan bersama mereka, nemutuskan mengundurkan diri. Ditinggal Nanu, Warkop hanya terdiri dari tiga orang dan grup lawak ini masih berjalan seperti biasa. Meskipun hanya bertiga, dipimpin oleh Kasino, mereka masih tetap bisa menghibur para penggemarnya. Ketiganya kemudian bahkan semakin berkibar dengan rentetan film-film komedi yang meledak di pasaran.
Untuk mengisi peran yang ditinggalkan Nanu, Warkop Prambors pada beberapa film mereka di awal tahun 1980-an sempat beberapa kali menggunakan beberapa pemain pembantu yang bisa mengimbangi mereka bertiga sebagai tokoh sentral komedi. Diantaranya adalah Dorman Borisman dan Mat Solar. Namun dalam perkembangannya mereka akhirnya lebih memilih tampil bertiga saja sebagai pemeran utama dan tokoh sentral dalam film-film berikutnya. Popularitas mereka bertiga semakin populer lewat film-filmnya yang semakin dikenal dan dicintai masyarakat.
Di luar Warkop, Nanu sempat membintangi sebuah film lain berjudul “Rojali dan Juleha” pada tahun yang sama. Setelah membintangi film itu, Nanu kemudian menghilang dari dunia hiburan. Ia menderita sakit yang cukup parah hingga akhirnya meninggal pada 22 Maret 1983 di usia 30 tahun karena penyakit sakit kanker ginjal. Nanu dimakamkan di taman pemakaman umum Tanah Kusir.
Dalam perkembangannya, mereka menpertimbangkan bila mereka terus memakai nama Prambors, maka mereka harus terus mengirim royalti kepada pemilik nama aslinya, Radio Prambors. Maka akhirnya mereka memutuskan mengubah namanya menjadi Warkop DKI (Dono-Kasino-Indro) untuk menghentikan praktik upeti tersebut.
Konsep lawakan Warkop sebenarnya sewaktu masih di radio dan kaset banyak mengusung kritik sosial dan jokes2 segar yang sebenarnya adalah cikal bakal dari Stand-up Comedy yang belakangan marak. Hal itu yang sebenarnya menjadi ciri khas Warkop, sayangnya begitu mereka merambah ke dunia film, gaya komedi mereka terjebak ke dalam komedi slapstick a la Charlie Chaplin dan The Three Stooges dengan sedikit dibumbui seks, sebuah resep yang nyatanya terbukti sangat manjur untuk keberhasilan film Indonesia. Film2 Warkop tak pernah sepi penonton dan hampir selalu full house.
Kesuksesan film Warkop mencapai masa keemasan setelah film Maju Kena Mundur Kena (1983) di tangan sutradara Arizal. Di saat itulah nama Warkop Prambors saat itu begitu melambung jadi jaminan kesuksesan film-film setelahnya. Sayangnya, belakangan diketahui bahwa adegan dan plot cerita dalam film-film mereka banyak menyontek serial televisi "Three's Company" yang diperankan oleh John Ritter. Selain itu, theme song Warkop yang iconic ternyata juga mengambil lagu :The Pink Panther karya Henry Mancini. Indro dalam salah satu kesempatan wawancara pernah mengungkapkan kenapa film-film Warkop tidak bisa diexport ke luar negeri karena tersandung masalah hak cipta lagu tersebut.
Dari sekian personil Warkop DKI kini hanyalah tinggal Indro yang masih hidup.
Memenuhi permintaan mas @lolak lolok saya megulas tentang The Legendary Warkop DKI. Tidak bisa dimungkiri, Warkop DKI boleh dikatakan salah satu Living Legend dalam dunia lawak. Group ini bermula dari sebuah acara radio yang digagas oleh Temmy Lesanpura, seorang produser hiburan radio Prambors di Jakarta. Saat itu adalah tahun 1973, dimana Temmy bertemu dengan Kasino (Kasino Hadiwibowo), Nanu Mulyono, dan Rudy Badil, mahasiswa UI yang memang terkenal suka ngelucu di depan teman-temannya. Temmy yang mengepalai Radio Prambors berhasil meyakinkan ketiganya untuk mengisi acara setiap hari kamis malam pada jam 20.30 sampai 21.15 WIB. Tak ada persiapan apapun, tetapi karena memang mereka menghibur dengan hati dan otak, ide-ide lawakan selalu muncul sebelum mereka siaran. Acara yang bertajuk “Obrolan Santai di Warung Kopi” tersebut terbukti bisa menarik perhatian para pendengar.
Setahun kemudian (1974), Dono (Wahjoe Sardono), seorang rekan mereka di UI bergabung bersama grup lawak tersebut. Mereka berempat cukup dikenal oleh penggemar radio Prambors dengan lawakannya yang segar dan berisi. Pada tahun 1976, Indro (Indrodjojo Kusumonegoro), seorang Mahasiswa Universitas Pancasila yang paling muda usianya diajak bergabung. Kelimanya kemudian dikenal sebagai punggawa acara Warkop Prambors yang populer di radio tersebut pada medio 1970an tersebut. Saat itu Warkop beranggotakan lima orang yaitu Kasino, Nanu, Rudy Badil, Dono, dan Indro sangat ramai diperbincangkan oleh publik, hingga akhirnya mereka ditawari untuk tampil di panggung.
Mereka mendapat banyak tawaran dalam berbagai kesempatan tampil di acara hiburan panggung. Lawakan mereka yang berkelas mahasiswa, tidak kampungan, ataupun pasaran, membuat mereka tampil beda dibanding grup-grup lawak lainnya yang telah lebih dahulu populer di tanah air.
Sayang pencapaian grup Warkop hingga kemudian menjadi terkenal dan menjadi legenda tidak dilalui bersama-sama oleh kelima anggotanya. Pada saat sudah naik di atas panggung, Rudy Badil selalu mengalami demam panggung yang tak bisa diatasinya. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Warkop lantaran merasa demam panggung tersebut. Keempat rekannya meneruskan kiprah impian mereka dalam berbagai kesempatan yang mereka peroleh dalam dunia hiburan panggung, yang kemudian berlanjut pada rekaman kaset, dan film. Mundurnya Rudy Badil membuat ia sebagai satu-satunya anggota yang tidak terlibat dalam satupun film yang dibintangi oleh para anggota Warkop.
Kesuksesan dalam panggung kemudian membawa keempat personil ini masuk ke dunia rekaman kaset lawak yang mereka bawakan. Lawakan berkelas dan diselingi lagu-lagu jenaka menjadi ciri khas mereka. Kesuksesan dalam rekaman membawa mereka pada tawaran masuk ke dunia film. Film pertama yang mereka bintangi dalam bendera Warkop Prambors adalah film komedi yang berjudul “Mana Tahan”. Film tersebut rilis pada tahun 1979 yang juga menampilkan beberapa artis terkenal masa itu seperti: Rahayu Effendi, Kusno Sudjarwadi, dan Elvie Sukaesih. Kesuksesan film tersebut menyebabkan berlanjutnya tawaran film-film bergenre komedi berikutnya kepada mereka.
Namun perjalan karier itu hanya diikuti oleh Kasino, Dono, dan Indro saja. Nanu Mulyono, setelah sempat membintangi film Mana Tahan bersama mereka, nemutuskan mengundurkan diri. Ditinggal Nanu, Warkop hanya terdiri dari tiga orang dan grup lawak ini masih berjalan seperti biasa. Meskipun hanya bertiga, dipimpin oleh Kasino, mereka masih tetap bisa menghibur para penggemarnya. Ketiganya kemudian bahkan semakin berkibar dengan rentetan film-film komedi yang meledak di pasaran.
Untuk mengisi peran yang ditinggalkan Nanu, Warkop Prambors pada beberapa film mereka di awal tahun 1980-an sempat beberapa kali menggunakan beberapa pemain pembantu yang bisa mengimbangi mereka bertiga sebagai tokoh sentral komedi. Diantaranya adalah Dorman Borisman dan Mat Solar. Namun dalam perkembangannya mereka akhirnya lebih memilih tampil bertiga saja sebagai pemeran utama dan tokoh sentral dalam film-film berikutnya. Popularitas mereka bertiga semakin populer lewat film-filmnya yang semakin dikenal dan dicintai masyarakat.
Di luar Warkop, Nanu sempat membintangi sebuah film lain berjudul “Rojali dan Juleha” pada tahun yang sama. Setelah membintangi film itu, Nanu kemudian menghilang dari dunia hiburan. Ia menderita sakit yang cukup parah hingga akhirnya meninggal pada 22 Maret 1983 di usia 30 tahun karena penyakit sakit kanker ginjal. Nanu dimakamkan di taman pemakaman umum Tanah Kusir.
Dalam perkembangannya, mereka menpertimbangkan bila mereka terus memakai nama Prambors, maka mereka harus terus mengirim royalti kepada pemilik nama aslinya, Radio Prambors. Maka akhirnya mereka memutuskan mengubah namanya menjadi Warkop DKI (Dono-Kasino-Indro) untuk menghentikan praktik upeti tersebut.
Konsep lawakan Warkop sebenarnya sewaktu masih di radio dan kaset banyak mengusung kritik sosial dan jokes2 segar yang sebenarnya adalah cikal bakal dari Stand-up Comedy yang belakangan marak. Hal itu yang sebenarnya menjadi ciri khas Warkop, sayangnya begitu mereka merambah ke dunia film, gaya komedi mereka terjebak ke dalam komedi slapstick a la Charlie Chaplin dan The Three Stooges dengan sedikit dibumbui seks, sebuah resep yang nyatanya terbukti sangat manjur untuk keberhasilan film Indonesia. Film2 Warkop tak pernah sepi penonton dan hampir selalu full house.
Kesuksesan film Warkop mencapai masa keemasan setelah film Maju Kena Mundur Kena (1983) di tangan sutradara Arizal. Di saat itulah nama Warkop Prambors saat itu begitu melambung jadi jaminan kesuksesan film-film setelahnya. Sayangnya, belakangan diketahui bahwa adegan dan plot cerita dalam film-film mereka banyak menyontek serial televisi "Three's Company" yang diperankan oleh John Ritter. Selain itu, theme song Warkop yang iconic ternyata juga mengambil lagu :The Pink Panther karya Henry Mancini. Indro dalam salah satu kesempatan wawancara pernah mengungkapkan kenapa film-film Warkop tidak bisa diexport ke luar negeri karena tersandung masalah hak cipta lagu tersebut.
Dari sekian personil Warkop DKI kini hanyalah tinggal Indro yang masih hidup.
Log in or register to view this content!
Last edited: