Kalau film warkop yg di restorasi sih belum nonton.
Saya punya koleksi lengkap film warkop, tapi dgn kualitas biasa dan tahu juga kan...banyak yg kepotong kiri dan kanan gambarnya.
Mudah-mudahan yg versi bluray dan HD nya gambarnya full, nggak ada yg kepotong.
kalo sekarang setelah merebaknya dan berkembangnya teknologi Ai , semakin banyak film film lokal yg di restorasi dan resize ke Full HD , dan bisa di tonton di channel youtubenya Rumah Film Indonesia tanpa berbayar sementara ini
sudah nonton tiga dara versi restorasi , bersih banget walau hitam putih
catatan si boy juga sudah nonton , episode pertama ada ayu azhari wakt masih muda jadi niken pacarnya boy , meriam belina dan paramita rusady, lalu sophia latjuba yg paling wow
jadi inget dulu nonton warkop bareng2 tetangga di kompleks
rata2 tetangga anaknya seumuran dan selisih dikit2 jadi kalo nonton pasti rame2 walau pada punya tv sendiri di rumah tetep lebih asik rame2
Film Titian Serambut Dibelah Tujuh(1982) merupakan karya puncak Chaerul Umam (1943-2013), mengantongi 10 nominasi pada Festival Film Indonesia tahun 1983 dan piala Citra untuk kategori penulis skenario terbaik.
Film ini termasuk salah satu film religi yang masuk dalam daftar direkomendasikan. Naskah skenario film ini digarap oleh Asrul Sani (1926-2004) dan dibintangi oleh El Manik, Rachmat Hidayat (1933-2015), Dewi Irawan, dan Ida Leman. Ini adalah film religi dengan tema yang serius dan berat pada masanya, serta masih relevan hingga saat ini.
Film Titian Serambut Dibelah Tujuh ibarat sebagai novel sastra yang lumayan berat dan puitis. Asrul Sani menggarap naskahnya dengan sungguh-sungguh dengan berbagai referensi, salah satunya kisah Nabi Yusuf. Ia sendiri sebelumnya membesut film ini pada tahun 1959 dengan dibintangi S. Effendi, A. Hadi, Tatik Maliyati, dan Enny Rochaeni. Ya, film rilisan 1982 adalah remake, sementara film perdananya sulit ditemukan saat ini.
Ada banyak hal menarik terkait film ini sehingga masuk sebagai film religi yang patut ditonton hingga saat ini. Konflik yang ditemukan dalam film ini masih relevan, seperti tabiat warga yang sering melakukan tindakan maksiat sulit diubah dan pemimpin setempat yang tertekan dan seperti di bawah kendali mereka.
Karakter-karakter dalam film ini juga unik dan menarik disimak. Ada sosok musafir tua yang bukan orang biasa. Ia memberikan wejangan yang tepat sasaran ke tokoh utama dan pemimpin agama setempat, seperti hidup bagaikan layang-layang putus dan tak ada nahkoda.
Dari segi artistik dan sinematik, film ini mampu memberikan gambar-gambar menawan di kampung di Sumatera Barat dengan alamnya yang masih asri. Berkat kerja sama yang apik antara penata artistik Radjul Kahfi dan pengarah sinematografi M. Soleh Ruslani alam Sumatera Barat yang indah tersebut nampak kontras dengan situasi di tempat judi dan rumah Pak Harun. Kondisi di tempat pemasungan juga begitu memprihatinkan. Sedangkan warna-warna dalam film yang didominasi biru dengan kabut memberikan nuansa misterius mencekam.
Oh iya jangan lupakan tata musik di film ini yang dikomandani oleh Franki Raden. Musik yang menggelegar mendominasi di film ini. Alhasil atmosfer dalam film ini terasa seperti film horor. Musik yang mencekam ini berhasil mendramatisasi adegan dan juga menguatkan makna bahwa situasi yang horor bukan hanya disebabkan berjumpa makhluk halus yang mengerikan, melainkan juga dikarenakan berada di tempat yang sama dengan orang-orang yang memiliki perilaku berbahaya.