Melihat Sejarah Kolonialisme dan Feodalisme di Indonesia melalui buku Max Havelaar, Bumi Manusia, dan Habis Gelap Terbitlah Terang : Benang Merah antara Eduard Douwes Dekker, RM Tirto Adhie Soeryo dan RA Kartini.
Menyambut HUT kemerdekaan RI ke 76 tanggal 17 Agustus 2021, saya tergerak untuk menulis ulasan ini. Ketiga buku di atas adalah buku-buku yg memiliki kaitan erat satu sama lain, walaupun ditulis pada periode waktu yg berbeda. Mari kita bahas satu-persatu :
1. Max Havelaar
Buku ini ditulis oleh Eduard Douwes Dekker (masih kerabat dari Ernest Douwes Dekker/DR. Danudirdja Setiabudi salah satu tokoh pelopor pergerakan Indonesia). Eduard Douwes Dekker dalam bukunya mengisahkan tentang penindasan dan kekerasan yg terjadi di Pulau Jawa (terutama di Kabupaten Lebak, Banten) sebagai akibat dari politik Tanam Paksa (Cultuur-stelsel) yg diterapkan pemerintah Kolonial Belanda saat itu. Tapi yg lebih mengenaskan adalah bahwa yg melakukan kekerasan adalah Bupati Lebak dengan menantunya Demang Parang Kujang yg menindas rakyat sehingga menimbulkan penderitaan. Mereka berdalih dibalik hukum adat yg berlaku bahwa seorang penguasa dapat mengambil apapun dari rakyatnya.
Sementara Max Havelaar (personifikasi dari Eduard Douwes Dekker) adalah seorang asisten residen di Lebak yg tidak tahan melihat penindasan tersebut terhadap rakyat kecil. Namun dia tidak mampu mendobrak sistem korup dalam pemerintahan kolonial Belanda di Hindia Timur.
2. Bumi Manusia
Buku Bumi Manusia (awal dari rangkaian tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer) mengisahkan tentang tokoh Minke, seorang ningrat yg awalnya sangat mengagumi kebudayaan Belanda dan Eropa tapi perlahan-lahan dia mulai melihat adanya perbedaan perlakuan antara warga asli Belanda, keturunan Indo Belanda dan bangsa pribumi, walaupun dia seorang berdarah ningrat. Hal itu membuat Minke berubah menjadi orang yg sangat ingin membebaskan bangsanya sendiri dari belenggu penjajahan dan ketidakadilan.
3. Habis Gelap Terbitlah Terang
Buku Habis Gelap Terbitlah Terang sebenarnya adalah kumpulan surat-surat antara RA Kartini dengan sahabat penanya Stella (Estelle Zeehandelaar, seorang aktivis emansipasi wanita), namun dari surat2 itu nampak jelas keinginan besar Kartini untuk melihat kaumnya terbebas dari kebodohan dan belenggu feodalisme hukum adat.
Benang Merah ketiganya
Buku Max Havelaar saat diterbitkan sangat mengguncang bangsa Belanda dan mulailah muncul seruan untuk memperlakukan rakyat jajahan lebih baik. Pemikiran Eduard Douwes Dekker sendiri pada gilirannya diteruskan oleh keponakannya Ernest Douwes Dekker yg menjadi pelopor pergerakan perjuangan politik di Indonesia, pendiri partai politik pertama di Indonesia, Indische Partij (1912) dan bersama Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantoro terkenal dengan julukan Tiga Serangkai.
Sementara itu tokoh Minke dalam buku tetralogi Bumi Manusia, diakui oleh pengarangnya Pramoedya Ananta Toer adalah personifikasi dari RM. Tirto Adhie Soeryo (TAS), putra bupati Blora yang memilih untuk berjuang melalui tulisan tangannya. Dia adalah orang pertama Indonesia yg berjuang melalui surat kabar dalam membentuk opini masyarakat tentang ketidakadilan pemerintah Kolonial Belanda. Dikenal sebagai Bapak Pers Nasional, TAS mendirikan surat kabar Medan Prijaji dan kemudian juga mendirikan partai politik Sarekat Dagang Islam yg belakangan berubah menjadi Sarekat Islam.
Selanjutnya Kartini sendiri adalah seorang putri bupati Jepara yg mengalami ketidakadilan perlakuan antara laki-laki dan perempuan dalam hukum adat. Buah pikiran Multatuli masuk dalam nalarnya setelah dia membaca buku Max Havelaar, sehingga iapun ingin berjuang demi kebebasan kaumnya dari belenggu hukum adat.
Ketiga tokoh ini : Eduard Douwes Dekker, RM Tirto Adhie Soerjo dan RA Kartini sama-sama melihat adanya ketidakadilan dan penindasan terhadap rakyat dan mereka ingin berbuat sesuatu untuk mengubah keadaan itu. Hal ini masih sangat relevan dibicarakan hingga saat ini. Apapun itu, ketidakadilan, kekerasan dan penindasan tidak boleh terjadi dan hsrus diberantas. Dan kita sebagai penerus bangsa harus mampu pula melihat sesuatu di sekitar kita jika terdapat ketidakadilan, kekerasan dan penindasan dan meneruskan perjuangan mereka yg belum selesai itu.